PENGERTIAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan untuk
menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan
lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan
pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
LANDASAN HUKUM OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
merupakan sebuah lembaga baru yang dirancang untuk melakukan pengawasan secara
ketat lembaga keuangan seperti perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan
pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Adapun tujuan utama pendirian OJK
adalah: Pertama, meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa
keuangan. Kedua, menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa
keuangan. Ketiga, meningkatkan pemahaman publik mengenai bidang jasa keuangan.
Keempat, melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan. Adapun sasaran akhirnya
adalah agar krisis keuangan seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang lalu
tidak terulang kembali.
Menurut UU No 21 tahun
2011 Bab I pasal 1 ayat 1 yang dimaksud dengan OJK "adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini."
Pada dasarnya UU mengenai OJK hanya mengatur mengenai pengorganisasian
dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan dengan
dibentuknya OJK ini dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di
dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat
lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan agar adanya
pengaturan juga pengawasan yang lebih terintegrasi.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis
yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak
poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk OJK yang menurut
undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK dibidani
berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002
draf pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank
Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 tahun 2004 yang
menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Setelah lebih dari tiga tahun
akhirnya sidang paripurna DPR pada tanggal 19 Desember 2003 menyelesaikan
amandemen Undang-Undang Bank Indonesia. Usulan amendemen ini semula diajukan
semasa pemerintahan Presiden Gus Dur. Undang-undang hasil amendemen ini disebut
oleh Menteri Keuangan Boediono sebagai undang-undang bank sentral modern. Salah
satu masalah krusial yang memperlambat proses amendemen ini adalah menentukan
siapa yang berwenang mengawasi industri perbankan. Terjadi tarik ulur yang alot
antara Bank Indonesia dan pemerintah yang dalam kaitan ini diwakili oleh
Departemen Keuangan. Kompromi yang dicapai akhirnya menetapkan bahwa OJK akan
dibentuk paling lambat tahun 2010. Sebelum diamandemen bunyi ketentuannya
adalah Lembaga Pengawas Jasa Keuangan/LPJK (yang kemudian menjadi OJK) paling
lambat sudah harus dibentuk pada akhir Desember 2002.
Secara historis, ide pembentukan OJK
sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan
undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden
Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan
independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi
tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada waktu
penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak
sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi
bank.
Nah gini dong buat artikelnya, niat banget hehe..
BalasHapusSetuju banget dengan adanya OJK (Otoritas Jasa Keuangan), fintech sekarang mempunyai peraturan yang lebih jelas. Singkatnya kita sebagai user atau pendana jadi lebih aman bertransaksi dan pakai layanan keuangan dari fintech.. keep up the good work untuk penulis. Sebagai bahan referensi tambahan seputar dunia fintech dan OJK boleh disimak ini :
> prospek peer to peer lending
> Peer to peer lending yang aman
> Investasi yang aman dari inflasi
>Perbedaan peer to peer lending dengan payday loan
>Daftar investasi bodong
Semoga membantu untuk kemajuan literasi penulis juga ya!
Thanks!