Minggu, 15 November 2015

Wajah Perekonomian Indonesia


Wajah koperasi di Indonesia saat ini menurut saya sangat memprihatinkan, karena banyak koperasi yang gulung tikar dan tidak aktif. Banyak koperasi yang tidak aktif saat ini akibat dari kurangnya perhatian dari pemerintah yang mendorong koperasi ini lebih maju, misalnya dengan memberikan bantuan dana. Selain itu juga dari pihak masyarakat itu sendiri yang kurang memahami ilmu ekonomi tentang koperasi. Masyarakat juga sangat menentukan jalannya koperasi tersebut karena siapa saja berhak berpartisipasi menjadi anggota koperasi. Sumber daya manusia yang kurang berkualitas juga mempengaruhi mundurnya koperasi yang berakibat banyak diambil alih oleh pihak swasta.keadaan koperasi ini mungkin diketahui oleh masyarakat luas tetapi akibat perubahan zaman dan gengsi saat ini maka dari itu banyak masyarakat yang lebih memilih membeli sesuatu di pasar swalayan.
     Pemerintah pun sebenarnya memiliki peran dalam permodalan dana koperasi, pemerintah memang menyisihkan dana untuk namun subsidi tersebut tidak disebarkan untuk koperasi jangkauan luas. Dana tersebut lebih dirasakan oleh koperasi yang berada di kota – kota besar dan  koperasi milik instansi pemerintah yang lebih banyak koperasi nya bersifat tertutup, padahal jika dilihat dari jangkauannya koperasi dikota – kota kecil ataupun pedesaan yang justru lebih menjangkau sampai masyarakat luas. Koperasi Indonesia seharusnya dapat berdiri sendiri walaupun tanpa campur tangan pemerintah, agar koperasi tersebut bisa mandiri dan dapat bersaing dengan badan usaha lain di era yang semakin modern ini.

A.  Kondisi Koperasi di Indonesia
Koperasi Indonesia yang semakin memprihatinkan ini disebabkan juga oleh factor manusia. Banyak masyarakat Indonesia yang belum benar-benar mengenal apa itu koperasi dan penerapannya.  Serta anggotanya sendiri yang kurang pengetahuan tentang ini. Hal ini terjadi karena sosialisasi yang kurang optimal. Anggota koperasi biasanya hanya tahu bagaimana melayani konsumen padahal anggota koperasi juga merupakan bagian dari kepemilikan koperasi tersebut. Mereka berhak untuk berpartisipasi dalam memberikan kebijakan dan memberikan saran agar koperasi bisa lebih maju., karena tanpa kerja sama antar anggota, koperasi pun tidak akan ada, seperti prisipnya yaitu kekeluargaan.
Masalah lainnya akibat dari tidak aktifnya koperasi-koperasi di Indonesia adalah cara pengelolaannya yang kurang professional. Sumber daya manusia disini sangat penting untuk kemajuan koperasi. Sebenarnya yang harus dibenahi disini adalah manajemen pengelolaan terhadap anggota-anggotanya juga. Koperasi yang berhasil adalah yang mempunyai anggota dengan sikap yang transparan dan tanggung jawab.
Perlakuan anggota koperasi yang kurang transparan dan tidak bertanggung jawab ini banyak menimbulkan masalah akhir-akhir tahun ini. Saya ambil contoh sebuah koperasi di Tanggerang, Banten yang badan usahanya bergerak di bidang koperasi simpan
pinjam dan investasi telah melarikan uang nasabahnya sebanyak jutaan bahkan milyaran rupiah. Dalam hal ini investor akan menginvestasikan sejumlah dana kepada koperasi tersebut dengan perjanjian akan memberikan bonus keuntungan usahanya. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang koperasi dan investasi ini, serta kurangnya pengawasan terhadap anggota koperasi. Sebenarnya tidak heran juga banyak anggota koperasi yang malah ikut terjebak dalam permainan investasi ini. Maka dari itu jangan mudah terpengaruh dan mudah percaya dengan orang lain karena zaman sekarang ini sangat rawan dengan kasus penipuan.
Melihat dari penjelasan wajah koperasi di Indonesia saat ini, banyak masalah yang satu persatu harus dibenahi agar meciptakan koperasi Indonesia menjadi lebih baik lagi. Menurut pandangan saya yang harus dirubah yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan tekhnologi dengan cara memberika penyuluhan kepada generasi muda yang akan memajukkan koperasi. Selain itu juga SDM atau sumber daya manusia yang tinggi, misalnya dengan merekrut pekerja-pekerja Indonesia yang berkualitas dan berpendidikan. Bukan hanya dari sisi eksternal saja tetapi juga dari segi internalnya yaitu anggotanya yang harus bersikap transparan agar tidak terjadi penyelewengan dana dan pemanfaatan koperasi untuk kepentingan pribadi.

B.  Keberadaan Koperasi saat ini
Mengapa koperasi di Indonesia maju tidak mundur tidak & apa saja faktor-faktor penyebabnya?
Sebagian koperasi belum maju karena mengalami masalah dalam hal manajemen dan sumber daya manusia. Sejumlah koperasi tidak memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola koperasi dengan baik. "Permodalannya juga sering belum mencukupi. Koperasi juga sering mengalami masalah teknis dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Di sisi lain, produk-produk tersebut seringkali tidak bisa bersaing dengan produk industri.

Terkait kesejahteraan anggota koperasi yang relatif rendah, hal itu disebabkan belum adanya sistem pengelolaan sisa hasil usaha yang baik. Meski demikian beberapa koperasi sudah berhasil dan menyejahterakan anggota, sekaligus menguatkan perekonomian nasional.
Oleh karena itu gerakan koperasi di Indonesia tetap relevan di tengah sistem perekonomian global. "Koperasi masih dan tetap penting”. Sejarah membuktikan, Indonesia mampu bangkit dan bertahan dalam terpaan krisis karena kegiatan perkoperasian dan usaha kecil serta menengah. "Oleh karena itu, koperasi dan usaha kecil menengah harus tumbuh dengan baik ke depan.
Perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara – negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1.      Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua masih tertanam dalambenak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar ,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2.      Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up )tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti.
3.      Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya.
4.      Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.. Contohnya banyak terjadi pada KUD KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Sering banyak terjadi KUD hanya menjadi tempat bagi pengurusnya korupsi dana dana bantuan pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, jadilah KUD banyak dinilai negative oleh rakyat.
5.      Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan pengawasan dan bantuan akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
6.      Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka , tidak dijalankan dengan baik di Indonesia. Kenapa saya bilang begitu, karena kalau kita lihat koperasi Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan saja, koperasi guru anggotanya guru saja. Ini menyebabkan pergerakan koperasi tidak maksimal, walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu menyatukan kerja sama antar koperasi yang berbeda beda jenis. Misal contohnya koperasi yang mempunyai swalayan sekarang banyak yang bangkrut karena kalah oleh minimarket minimarket modern seperti Alfamart yang tersebar dimana mana. Rata rata koperasi tersebut kalah dalam segi harga, karena dalam hal pembelian barang, Alfamart punya kelebihan. Alfamart membeli barang dagangan untuk beratus ratus toko sehingga harga beli lebih murah karena barang yang dibeli banyak. Nah sedangkan koperasi yang ”single fighter” pasti akan kalah karena membeli barang sedikit pasti rabatnya pun sedikit, coba bila semua koperasi swalayan bersatu seIndonesia dan melakukan Joint Buying pasti harganya lebih murah karena barang yg dibeli secara bersama sama akan lebih banyak. Berbeda sekali dengan diluarnegeri misal di Kanada ada koperasi yang keanggotanya terbuka untuk semua orang dan bergerak diberbagai bidang, bahkan saking solidnya koperasi ini masuk jajaran koperasi ternama di kanada (www.otter.coop), selain itu koperasi sekundernya pun mampu mempererat kerjasama antar koperasi sehingga daya tawar koperasi jadi lebih tinggi bahkan setara MNC .Nah seandainya koperasi di Indonesia punya kerjasama yang baik antar koperasi bukan tidak mungkin akan terbentuk koperasi sekunder yang mampu bersaing di tingkat nasional bahkan internasional.

Peranan Koperasi dalam Pembangunan Ekonomi
(Sebuah Pengamatan Deskriptif di Indonesia)

Krisis moneter yang melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia) pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekono-mi bangsa yang berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu, pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerak-yatan (diantara mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gem-puran badai krisis moneter yang melanda Indonesia.
       Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya persai-ngan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Dalam negara perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding kekuatannya. Koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan usaha yang punya azas kekeluargaan dan menguta-makan kesejahteraan anggota, tidak hanya melulu mencari keuntungan saja, pada umumnya bidang usahanya banyak meng-gunakan kandungan lokal, sehingga dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam negeri dan dapat dijadikan penghasil produk unggulan.

        Ekonomi rakyat beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak didiskusikan dalam berbagai forum dan oleh banyak pihak. Bukan tanpa alasan ekonomi rakyat seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan. “Ambruknya” ekonomi Indonesia yang selama lebih dari tiga dasawarsa selalu dibanggakan oleh pemerintah, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur perekonomian Indonesia. Berbagai kajian yang dilaku-kan berhasil menemukenali satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat yang ter-nyata tidak memiliki struktur internal yang sehat. Ketergantungan tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi neoliberal yang mengedepankan pertumbuhan dengan asumsi apabila pertumbuhan tinggi dengan sendirinya akan membuka banyak lapangan kerja, dan karena banyak lapangan kerja maka kemiskinan akan berkurang. Kebijakan ekonomi tersebut ternyata menghasilkan struktur ekonomi yang tidak seimbang. Didalam struktur ekonomi yang tidak seimbang tersebut, sekelompok kecil elit ekonomi — yang menurut BPS jumlahnya kurang dari 1% total pelaku ekonomi — mendapatkan berbagai fasilitas dan hak istimewa untuk menguasai sebagian besar sumber daya ekonomi dan karenanya mendominasi sumbangan dalam PDB, pertumbuhan ekonomi, maupun pangsa pasar. Mana-kala elit ekonomi tersebut mengalami problema keuangan sebagai akibat mis-manajemen dan praktek-praktek yang tidak sehat maka sebagai konsekuensi logisnya berbagai indikator seperti PDB dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemerosotan.
         Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karak-teristik masyarakat atau anggotanya.  Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan seka-ligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan komu-nitas ‘bazar-ekonomi’.  Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat berkem-bang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang telah menjadi sangat individualis, dan ber-orientasi kapital.  Dengan perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua bentuk komunitas.  Sebagai bagian dari identifi-kasi berbagai faktor fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu organisasi usaha konvensional.  Proses yang dilakukan dalam pengembangan koperasi memang mem-butuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya.  Dengan demikian pemenuhan berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
      Peningkatan Citra Koperasi, pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat.  Harus diakui bahwa citra koperasi belum, atau sudah tidak seperti yang diharapkan.  Masyarakat umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi.  Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan ketidakjelasan, tidak profesional, justru mempersulit kegiatan usaha anggota (karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan sebagainya.  Di media massa, berita negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari koperasi, pada-hal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan berarti.    Citra kope-rasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun per-kembangan koperasi itu sendiri.  Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bah-kan sebagai sesuatu yang ‘sudah seha-rusnya’ demikan.   Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat perhatian. 

Referensi:
Bayu Krisnamurthi, Djabarudin Djohan,  ”Membangun koperasi pertanian Berbasis Anggota”, Jakarta, 2002.
Bayu Krisnamurthi, Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 2002
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
R.J.  Kaptin   Adisumarta,     dalam        buku    Mubyarto & Daniel W. Bromley, “A Development Alternative for Indonesia”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2002.
Setyo Budiantoro, dalam buku  Dhakidae, Daniel, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

0 komentar:

Posting Komentar