Wajah
koperasi di Indonesia saat ini menurut saya sangat memprihatinkan, karena
banyak koperasi yang gulung tikar dan tidak aktif. Banyak koperasi yang tidak
aktif saat ini akibat dari kurangnya perhatian dari pemerintah yang mendorong
koperasi ini lebih maju, misalnya dengan memberikan bantuan dana. Selain itu
juga dari pihak masyarakat itu sendiri yang kurang memahami ilmu ekonomi
tentang koperasi. Masyarakat juga sangat menentukan jalannya koperasi tersebut
karena siapa saja berhak berpartisipasi menjadi anggota koperasi. Sumber daya
manusia yang kurang berkualitas juga mempengaruhi mundurnya koperasi yang
berakibat banyak diambil alih oleh pihak swasta.keadaan koperasi ini mungkin
diketahui oleh masyarakat luas tetapi akibat perubahan zaman dan gengsi saat
ini maka dari itu banyak masyarakat yang lebih memilih membeli sesuatu di pasar
swalayan.
Pemerintah pun sebenarnya memiliki peran dalam permodalan
dana koperasi, pemerintah memang menyisihkan dana untuk namun subsidi tersebut
tidak disebarkan untuk koperasi jangkauan luas. Dana tersebut lebih dirasakan
oleh koperasi yang berada di kota – kota besar dan koperasi milik
instansi pemerintah yang lebih banyak koperasi nya bersifat tertutup, padahal
jika dilihat dari jangkauannya koperasi dikota – kota kecil ataupun pedesaan
yang justru lebih menjangkau sampai masyarakat luas. Koperasi Indonesia
seharusnya dapat berdiri sendiri walaupun tanpa campur tangan pemerintah, agar
koperasi tersebut bisa mandiri dan dapat bersaing dengan badan usaha lain di
era yang semakin modern ini.
A. Kondisi Koperasi di Indonesia
Koperasi
Indonesia yang semakin memprihatinkan ini disebabkan juga oleh factor manusia.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum benar-benar mengenal apa itu koperasi
dan penerapannya. Serta anggotanya sendiri yang kurang pengetahuan
tentang ini. Hal ini terjadi karena sosialisasi yang kurang optimal. Anggota
koperasi biasanya hanya tahu bagaimana melayani konsumen padahal anggota
koperasi juga merupakan bagian dari kepemilikan koperasi tersebut. Mereka
berhak untuk berpartisipasi dalam memberikan kebijakan dan memberikan saran
agar koperasi bisa lebih maju., karena tanpa kerja sama antar anggota, koperasi
pun tidak akan ada, seperti prisipnya yaitu kekeluargaan.
Masalah lainnya akibat
dari tidak aktifnya koperasi-koperasi di Indonesia adalah cara pengelolaannya
yang kurang professional. Sumber daya manusia disini sangat penting untuk
kemajuan koperasi. Sebenarnya yang harus dibenahi disini adalah manajemen
pengelolaan terhadap anggota-anggotanya juga. Koperasi yang berhasil adalah
yang mempunyai anggota dengan sikap yang transparan dan tanggung jawab.
Perlakuan anggota
koperasi yang kurang transparan dan tidak bertanggung jawab ini banyak
menimbulkan masalah akhir-akhir tahun ini. Saya ambil contoh sebuah koperasi di
Tanggerang, Banten yang badan usahanya bergerak di bidang koperasi simpan
pinjam dan investasi
telah melarikan uang nasabahnya sebanyak jutaan bahkan milyaran rupiah. Dalam
hal ini investor akan menginvestasikan sejumlah dana kepada koperasi tersebut
dengan perjanjian akan memberikan bonus keuntungan usahanya. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pengetahuan tentang koperasi dan investasi ini, serta
kurangnya pengawasan terhadap anggota koperasi. Sebenarnya tidak heran juga
banyak anggota koperasi yang malah ikut terjebak dalam permainan investasi ini.
Maka dari itu jangan mudah terpengaruh dan mudah percaya dengan orang lain
karena zaman sekarang ini sangat rawan dengan kasus penipuan.
Melihat dari penjelasan
wajah koperasi di Indonesia saat ini, banyak masalah yang satu persatu harus
dibenahi agar meciptakan koperasi Indonesia menjadi lebih baik lagi. Menurut
pandangan saya yang harus dirubah yaitu dengan meningkatkan pendidikan dan
tekhnologi dengan cara memberika penyuluhan kepada generasi muda yang akan
memajukkan koperasi. Selain itu juga SDM atau sumber daya manusia yang tinggi,
misalnya dengan merekrut pekerja-pekerja Indonesia yang berkualitas dan
berpendidikan. Bukan hanya dari sisi eksternal saja tetapi juga dari segi
internalnya yaitu anggotanya yang harus bersikap transparan agar tidak terjadi
penyelewengan dana dan pemanfaatan koperasi untuk kepentingan pribadi.
B. Keberadaan Koperasi saat ini
Mengapa koperasi di
Indonesia maju tidak mundur tidak & apa saja faktor-faktor penyebabnya?
Sebagian koperasi belum
maju karena mengalami masalah dalam hal manajemen dan sumber daya manusia.
Sejumlah koperasi tidak memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola
koperasi dengan baik. "Permodalannya juga sering belum mencukupi. Koperasi
juga sering mengalami masalah teknis dalam memasarkan produk yang dihasilkan.
Di sisi lain, produk-produk tersebut seringkali tidak bisa bersaing dengan
produk industri.
Terkait kesejahteraan anggota koperasi yang relatif rendah, hal itu disebabkan belum adanya sistem pengelolaan sisa hasil usaha yang baik. Meski demikian beberapa koperasi sudah berhasil dan menyejahterakan anggota, sekaligus menguatkan perekonomian nasional.
Oleh karena itu gerakan koperasi di Indonesia tetap relevan di tengah sistem perekonomian global. "Koperasi masih dan tetap penting”. Sejarah membuktikan, Indonesia mampu bangkit dan bertahan dalam terpaan krisis karena kegiatan perkoperasian dan usaha kecil serta menengah. "Oleh karena itu, koperasi dan usaha kecil menengah harus tumbuh dengan baik ke depan.
Perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara – negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1.
Imej koperasi sebagai ekonomi kelas dua
masih tertanam dalambenak orang – orang Indonesia sehingga, menjadi sedikit
penghambat dalam pengembangan koperasi menjadi unit ekonomi yang lebih besar
,maju dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan besar.
2.
Perkembangan koperasi di Indonesia yang
dimulai dari atas (bottom up )tetapi dari atas (top down),artinya koperasi
berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari
dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar
negeri, koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling
membantu memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi
itu sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja.
Di Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti.
3.
Tingkat partisipasi anggota koperasi
masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang
menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen
seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat
belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun
sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen
juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya.
4.
Manajemen koperasi yang belum
profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan
pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.. Contohnya banyak terjadi
pada KUD KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang
bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola
usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Sering banyak
terjadi KUD hanya menjadi tempat bagi pengurusnya korupsi dana dana bantuan
pemerintah yang banyak mengucur. Karena hal itu, jadilah KUD banyak dinilai
negative oleh rakyat.
5.
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi,
ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju.
Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan
terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu
saja ini menjadi bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan
tidak mandiri hanya menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain
merugikan pemerintah bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak
bisa bersaing karena terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah
mengucurkan bantuan dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya
bentuknya hibah yang tidak perlu dikembalikan. Dengan pengawasan dan bantuan
akan membantu koperasi menjadi lebih profesional, mandiri dan mampu bersaing.
6.
Prinsip koperasi Rochdale bagian
kerjasama dan sukarela serta terbuka , tidak dijalankan dengan baik di
Indonesia. Kenapa saya bilang begitu, karena kalau kita lihat koperasi
Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi
hanya berlaku untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan
saja, koperasi guru anggotanya guru saja. Ini menyebabkan pergerakan koperasi
tidak maksimal, walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu
menyatukan kerja sama antar koperasi yang berbeda beda jenis. Misal contohnya
koperasi yang mempunyai swalayan sekarang banyak yang bangkrut karena kalah
oleh minimarket minimarket modern seperti Alfamart yang tersebar dimana mana.
Rata rata koperasi tersebut kalah dalam segi harga, karena dalam hal pembelian
barang, Alfamart punya kelebihan. Alfamart membeli barang dagangan untuk
beratus ratus toko sehingga harga beli lebih murah karena barang yang dibeli
banyak. Nah sedangkan koperasi yang ”single fighter” pasti akan kalah karena
membeli barang sedikit pasti rabatnya pun sedikit, coba bila semua koperasi
swalayan bersatu seIndonesia dan melakukan Joint Buying pasti harganya lebih
murah karena barang yg dibeli secara bersama sama akan lebih banyak. Berbeda
sekali dengan diluarnegeri misal di Kanada ada koperasi yang keanggotanya
terbuka untuk semua orang dan bergerak diberbagai bidang, bahkan saking
solidnya koperasi ini masuk jajaran koperasi ternama di kanada
(www.otter.coop), selain itu koperasi sekundernya pun mampu mempererat
kerjasama antar koperasi sehingga daya tawar koperasi jadi lebih tinggi bahkan
setara MNC .Nah seandainya koperasi di Indonesia punya kerjasama yang baik
antar koperasi bukan tidak mungkin akan terbentuk koperasi sekunder yang mampu
bersaing di tingkat nasional bahkan internasional.
Peranan Koperasi dalam Pembangunan
Ekonomi
(Sebuah Pengamatan Deskriptif di
Indonesia)
Krisis moneter yang
melanda beberapa negara di kawasan Asia (Korea, Thailand, Indonesia, Malaysia)
pada tahun 1997 setidaknya menjadi saksi sejarah dan sekaligus memberikan
pelajaran sangat berharga bahwa sesungguhnya pengembangan ekono-mi bangsa yang
berbasis konglomerasi itu rentan terhadap badai krisis moneter. Sementara itu,
pada saat yang sama kita dapat menyaksikan bahwa ekonomi kerak-yatan (diantara
mereka adalah koperasi), yang sangat berbeda jauh karakteristiknya dengan
ekonomi konglomerasi, mampu menunjukkan daya tahannya terhadap gem-puran badai
krisis moneter yang melanda Indonesia.
Pada sisi lain, era globalisasi dan perdagangan bebas yang disponsori oleh
kekuatan kapitalis membawa konsekuensi logis antara lain semakin ketatnya
persai-ngan usaha diantara pelaku-pelaku ekonomi berskala internasional. Dalam
negara perdagangan bebas tersebut, perusahaan-perusahaan multi nasional yang
dikelola dengan mengedepankan prinsip ekonomi yang rasional, misalnya melalui
penerapan prinsip efektifitas, efisiensi dan produktifitas akan berhadapan
dengan, antara lain, koperasi yang dalam banyak hal tidak sebanding
kekuatannya. Koperasi di Indonesia berfungsi sebagai badan usaha yang punya
azas kekeluargaan dan menguta-makan kesejahteraan anggota, tidak hanya melulu
mencari keuntungan saja, pada umumnya bidang usahanya banyak meng-gunakan
kandungan lokal, sehingga dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di dalam
negeri dan dapat dijadikan penghasil produk unggulan.
Ekonomi rakyat beberapa waktu terakhir menjadi istilah baru yang banyak
didiskusikan dalam berbagai forum dan oleh banyak pihak. Bukan tanpa alasan
ekonomi rakyat seolah-olah menjadi trendsetter baru dalam wacana pembangunan.
“Ambruknya” ekonomi Indonesia yang selama lebih dari tiga dasawarsa selalu
dibanggakan oleh pemerintah, memaksa berbagai pihak meneliti kembali struktur
perekonomian Indonesia. Berbagai kajian yang dilaku-kan berhasil menemukenali
satu faktor kunci yang menyebabkan keambrukan ekonomi Indonesia yaitu
ketergantungan ekonomi Indonesia pada sekelompok kecil usaha dan konglomerat
yang ter-nyata tidak memiliki struktur internal yang sehat. Ketergantungan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari kebijakan ekonomi neoliberal yang mengedepankan
pertumbuhan dengan asumsi apabila pertumbuhan tinggi dengan sendirinya akan
membuka banyak lapangan kerja, dan karena banyak lapangan kerja maka kemiskinan
akan berkurang. Kebijakan ekonomi tersebut ternyata menghasilkan struktur
ekonomi yang tidak seimbang. Didalam struktur ekonomi yang tidak seimbang
tersebut, sekelompok kecil elit ekonomi — yang menurut BPS jumlahnya kurang
dari 1% total pelaku ekonomi — mendapatkan berbagai fasilitas dan hak istimewa
untuk menguasai sebagian besar sumber daya ekonomi dan karenanya mendominasi
sumbangan dalam PDB, pertumbuhan ekonomi, maupun pangsa pasar. Mana-kala elit
ekonomi tersebut mengalami problema keuangan sebagai akibat mis-manajemen dan
praktek-praktek yang tidak sehat maka sebagai konsekuensi logisnya berbagai
indikator seperti PDB dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemerosotan.
Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor
tersebut dengan karak-teristik masyarakat atau anggotanya. Jika dilihat
dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini, maka dapat dihipotesakan
bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan seka-ligus juga berperan dan
bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang dari suatu tradisional dengan
ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan emosional primer ke arah
masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat dengan sistem pasar dan
kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang juga dikenal dengan
komu-nitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak diharapkan dapat sangat
berkem-bang pada masyarakat yang masih sangat tradisional, subsisten, dan
relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau juga pada komunitas yang
telah menjadi sangat individualis, dan ber-orientasi kapital. Dengan
perkataan lain, koperasi tidak diharapkan dapat berkembang optimal disemua
bentuk komunitas. Sebagai bagian dari identifi-kasi berbagai faktor
fundamental tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut
memang dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek
suatu organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam
pengembangan koperasi memang mem-butuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai
faktor “non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan
berbagai faktor fundamental tersebut dapat menyebabkan indikator kinerja lain,
seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan demi untuk
memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
Peningkatan Citra Koperasi, pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat
dilepaskan dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra
koperasi belum, atau sudah tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat
umumnya memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi.
Koperasi banyak diasosiasikan dengan organisasi usaha yang penuh dengan
ketidakjelasan, tidak profesional, justru mempersulit kegiatan usaha anggota
(karena berbagai persyaratan), banyak mendapat campur tangan pemerintah, dan
sebagainya. Di media massa, berita negatif tentang koperasi tiga kali
lebih banyak dari pada berita positifnya (PSP-IPB, 1995); berita dari para
pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang bersumber langsung dari
koperasi, pada-hal prestasi koperasi diberbagai daerah cukup banyak dan
berarti. Citra kope-rasi tersebut pada gilirannya akan
mempengaruhi hubungan koperasi dengan pelaku usaha lain, maupun per-kembangan
koperasi itu sendiri. Bahkan citra koperasi yang kurang ‘pas’ tersebut
juga turut mempengaruhi pandangan mereka yang terlibat di koperasi, sehingga
menggantungkan diri dan mencari peluang dalam hubungannya dengan kegiatan
pemerintah justru dipandang sebagai hal yang wajar bah-kan sebagai sesuatu yang
‘sudah seha-rusnya’ demikan. Memperbaiki dan meningkatkan citra
koperasi secara umum merupakan salah satu tantangan yang harus segera mendapat
perhatian.
Referensi:
Bayu Krisnamurthi, Djabarudin
Djohan, ”Membangun koperasi pertanian Berbasis Anggota”, Jakarta, 2002.
Bayu Krisnamurthi, Pusat Studi
Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor 2002
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm
R.J. Kaptin
Adisumarta,
dalam buku Mubyarto
& Daniel W. Bromley, “A Development Alternative for Indonesia”, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2002.
Setyo Budiantoro, dalam buku
Dhakidae, Daniel, “Cendekiawan dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru”, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
0 komentar:
Posting Komentar